Jumat, 27 April 2012

Cause Effect Relationship : Menangkal “INI SALAH SIAPA?”


Cause Effect Relationship : Menangkal “INI SALAH SIAPA?”

http://www.alomet.net/?p=1094
Oleh : Hendri Teja

Dosa siapa? Ini dosa siapa? Salah siapa? Ini salah siapa? Jawabnya ada di relung hati ini
Dosa Siapa Ini Dosa Siapa, Ebiet G. Adhe
Lagu ini dinyanyikan sahabat saya, pada suatu sore, pada salah satu warung kopi modern khas metropolitan. Sahabat saya, seorang direktur marketing PT X berkisah tentang benang kusut yang melingkar-lingkar di ruang rapat evalusi perusahaan tadi siang.
Dirut PT X gusar nian. Laporannya penjualan sampai-sampai dibanting ke meja karena target perusahaan tidak tercapai. Bagian pemasaran pun dituding. Alih-alih nrimo, sahabat saya yang merasa sudah bekerja mati-matian lekas protes keras.
“Kegagalan ini adalah akibat kualitas produk yang rendah dan waktu pengiriman yang tidak kunjung tepat sehingga konsumen pun ogah-ogahan,” ungkapnya kepada saya selepas menyeruput kopi.
Sadar posisi, direktur operasional pun segera membantah, menyalahkan keterlambatan input bahan baku, mesin-mesin produksi yang ketinggalan zaman, sumber daya manusia yang kurang terampil. Bagian logistik dan SDM dipanggil untuk mempertanggungjawabkan kelemahan tersebut. Dan tentu saja, keduanya pun berkilah. Walhasil, alih-alih selesai saling tuding ini malah menjurai bak benang kusut.
Konon kisah sahabat saya itu adalah cerita keseharian. Dalam evaluasi perusahaan, kita acap kesulitan mengidentifikasikan suatu kebelumtercapaian. Banyak nian pertanyaan bermunculan. Apa akar sumbernya? Siapa pelakunya? Bagaimana dampaknya bagi perusahaan?
Tentu saja, yang terparah, adalah menentukan pangkalbalanya. Setiap divisi cenderung melemparkan 1001 argumen, yang acapkali terkesan sebatas membentengi diri agar tidak dicap sebagai si biang onar.
Jadi siapa sebenarnya yang salah? Atau jangan-jangan malah tidak ada yang bersalah?

Cause Effect Relationship

Suatu perusahaan adalah suatu organisasi. Di dalam organisasi terjadi konversi dari input menjadi output yang memerlukan banyak proses yang saling berhubungan dari fungsi-fungsi struktural yang ada. Misalnya produksi, keuangan, marketing, IT, logistik dan lainnya.
Ratusan atau ribuan proses ini saling terhubung, terintegrasi dan terstruktur dinamakan dengan proses bisnis (business process). Business processakan berkembang terus sejalan dengan berkembangnya organisasi.
Untuk meningkatkan kinerja perusahaan yang berkelanjutan makabusiness process tersebut hendaknya dirangkai dalam suatu frameworkarsitektur bisnis. Kerangka kerja ini memiliki hubungan sebab akibat (cause effect relationship) antara indikator kinerja penentu dengan indikator kinerja ikutan.
Maka jika suatu perusahaan ingin meningkatkan penjualan, tidak semata bicara penjualan tetapi juga fungsi-fungsi yang terkait dengan penjualan.
Ambil contoh, disepakati bahwa untuk meningkatkan penjualan, maka perusahaan harus menawarkan produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Harus ada produk atau jasa perusahaan yang lebih baik dalam hal kualitas, lebih cepat dalam hal penyerahan dan lebih murah dalam hal biaya yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pelanggannya. Intinya seorang pelanggan berharap adanya produk dan jasa yang betterfaster dan cheaper.
Untuk dapat mencapai ketiga prinsip dasar itu, maka perlu dilakukan peningkatan kualitas dari komponen perspektif produksi, misalnya suplier, logistik, produksi, operasi, penjualan, pelayanan, hubungan masyarakat. Komponen perspektif produksi tidak mungkin berkualitas jika komponen perspektif organisasi dan pembelajaran tidak berada dalam kondisi baik. Komponen perspektif organisasi dan pembelajaran misalnya sumber daya manusia, teknologi dan informasi, serta organisasi dan kebijakan. Intinya, setiap fungsi tersebut bukan sekedar saling berkaitan, melainkan memiliki hubungan sebab akibat.
Dalam kasus sahabat saya, bagaimanapun hebat kompetensinya, jika yang dijual perusahaan adalah jeruk busuk, siapa yang mau membeli? Entah busuk sewaktu baru di petik, atau busuk dalam proses pengiriman. Konsumen tentu akan kecewa. Consumer complaint meruyak dan perusahaan mengalami kerugian.
Idealnya, harus dilakukan peningkatan kualitas produk. Mungkin dengan menggunakan bibit unggul, proses pertanian modern, atau pemupukan intensif sehingga jeruk tersebut dapat tahan lama. Selanjutnya, proses pengiriman pun dipersingkat atau dibekali dengan perkakas yang dapat mempertahankan kesegaran produk. Walhasil, jeruk-jeruk tersebut dapat tiba di end user dalam keadaan fresh.
Kepuasan konsumen menjadi hal penting, karena jika seorang konsumen merasa puas ia akan menjadi pelanggan. Menurut Kotler (1996), pelanggan yang terpuaskan akan : 1) melakukan pembelian ulang; 2) mengatakan hal-hal yang baik tentang perusahaan kepada orang lain; 3) kurang memperhatikan merek ataupun iklan produk pesaing; 4) membeli produk yang lain dari perusahaan yang sama. Intinya, kepuasan konsumen akan mendorong peningkatan kinerja dari segi pendapatan, serta jaminan utama dari keberlanjutan perusahaan.
Kembali ke kasus sahabat saya tadi, lalu siapa yang salah? Menurut saya semua bagian yang terkait dengan penjualan turut berkontribusi. Yang perlu dilakukan kemudian adalah menyusun suatu alat untuk mengukur besaran masing-masing kontribusi kesalahan dari bagian-bagian tersebut.
Alih-alih nyengir kuda, kening sahabat saya malah berkerut.
“Ok, bro. Saya akan berhenti bernyanyi. Tapi, bagaimana dan siapa yang berkompeten mengukurnya?”
Nah! Kalau pertanyaan ini akan kita bahas pada artikel selanjutnya.

satu komentar to Cause Effect Relationship : Menangkal “INI SALAH SIAPA?”


  • Muhamed Zacky says:
    its true, brur.
    Salah satu alat yang ampuh untuk menganalisa dan mencari penyebab kegagalan atau kesalahan adalah cause effect diagram yang juga terkenal dengan sebutan Fish Bone diagram atau Ishikawa Diagram karena penemunya adalah Prof Ishikawa.
    Alat sederhana ini sangat banyak digunakan perusahaan jepang dan jerman dalam membangun industrinya untuk berdaya saing, tetapi kurang populer di Indonesia. Karena kita lebih suka menganalisa dan mengutak ngutik rasio keuangan untuk meningkatkan kinerja.
    Makanya kita tidak pernah bisa bersaing dan sulit maj

Tidak ada komentar:

Posting Komentar